Istilah kampung biasa digunakan oleh orang kota untuk memandang rendah terhadap orang yang tinggal di perdesaan. Dalam hal ini kampung bermakna "kampungan", tertinggal, bodoh, dan miskin. Tanaman kampung sengaja dipilih sebagai nama blog ini untuk merujuk kepada berbagai jenis tanaman yang terabaikan dalam arus utama pembangunan pertanian, meskipun dalam kenyataannya merupakan sokoguru ketahanan pangan dan identitas masyarakat setempat. Nama tanaman kampung juga sengaja dipilih untuk membesarkan hati seorang ibu bahwa dikatakan kampung bukan selalu berarti kampungan.
Klik huruf awal istilah di bawah ini untuk mencari definisi: A, B, C, D-E, F-H, I-L, M-O, P, Q-R, S, T-U, V-Z, dari New South Wales Flora Online A, B, C, D, E, F, G, H, I, J-K, L, M, N, O, P-Q, R, S, T, U, V, W-Z, dari Flora Australia A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Z, dari Angiosperm Phylogeny Website
Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman dengan pusat keanekaragaman terbesar terletak di kawasan Malesia (Asia Tenggara, Papua dan Australia tropika) dan pusat keragaman minor di Afrika tropis. Kini Asia Selatan dan Tenggara ditetapkan sebagai kawasan asal pisang dan Papua Nugini diduga sebagai tempat di mana pisang dibudidayakan pertama kali. Dalam bahasa Inggris dikenal istilah "banana" untuk menyebut pisang yang buahnya lunak dan manis sehingga umumnya dikonsumsi sebagai buah meja dan "plantain" untuk menyebut pisang yang buahnya keras dan bertepung sehingga dikonsumsi setelah terlebih dahulu diolah. Dalam bahasa Indonesia. Pisang kategori buah meja terutama penting di wilayah bagian Barat yang basah, sedangkan pisang kategori olahan penting di wilayah bagian Timur yang lebih kering. Dahulu biu/pisang bernama ilmiah Musa paradisiaca dan Musa sapientum, sebagaimana diberikan oleh Carolus Linnaeus,
masing-masing untuk biu/pisang meja dan biu/pisang olahan. Kini kedua
nama tersebut tidak berlaku lagi, setelah Ernest Cheesman, seorang pakar
botani Afrika Selatan, menemukan bahwa Musa paradisiaca dan Musa sapientum yang dideskripsikan oleh Linnaeus sebenarnya adalah kultivar hasil silangan alami antara Musa acuminata (periksa nama ilmiah, sinonim, dan klasifikasi di GBIF Data Portal, ITIS, dan The Plant List) dan Musa balbisiana(periksa nama ilmiah, sinonim, dan klasifikasi di GBIF Data Portal, ITIS, dan The Plant List) yang pertama kali dideskripsikan oleh Luigi Aloysius Colla,
seorang pakar botani Italia. Pada tahun 1955, Norman Simmonds dan Ken
Shepherd mengusulkan sistem tatanaman berbasis genom sebagai alternatif
terhadap tatanama binomial biu/pisang hibrida alami ini. Dalam sistem ini,
genom M. acuminata diberi lambang A dan genom M. balbisiana
diberi lambang B. Bergantung pada ploidinya, biu/pisang hibrida alami
antara kedua spesies pisang tersebut kemudian diberi nama genus Musa
diikuti dengan genom biu/pisang induknya. Misalnya, nama genom biu/pisang mas
adalah Musa AA 'Mas', sedangkan nama genom biu/pisang raja sereh adalah Musa
AAB 'Raja Sereh'. Namun nama genom ini hanya berlaku bagi jenis-jenis
biu/pisang keturunan hibrida alami M. acuminata dan M. balbisiana. Di Bali, M. acuminata tumbuh liar di kawasan hutan sekunder, sedangkan M. balbisiana belum pernah dilaporkan tumbuh liar melainkan dibudidayakan.
Genus Musa secara historis dipilahkan menjadi enam seksi: Australimusa, Callimusa, Ingentimusa, Eumusa (Musa) 1, Eumusa (Musa) 2, dan Rhodochlamys, tetapi kemudian keenam seksi ini direduksi menjadi hanya tiga seksi dengan menggabungkan Australimusa dan Callimusa serta Eumusa 1, Eumusa 2, dan Rhodochlamys masing-masing menjadi satu seksi. Pemilahan genus Musa menjadi seksi sebenarnya tidak terlalu penting secara taksonomis, tetapi menurut David Constantine, penting untuk membedakan berbagai spesies pisang secara genetik. Dalam pemilahan genus Musa menjadi 6 seksi ini, Musa acuminata masuk dalam seksi Eumusa 1, bersama-sama M. banksii, M. basjoo, M. flaviflora, M. griersonii, M. itinerans, M. ochracea, M. schizocarpa, M. thomsonii, dan M.tonkinensis, sedangkan Musa balbisiana masuk ke dalam seksi Eumusa 2, bersama-sama M. cheesmanii, M. nagensium, dan M. sikkimensis. Deskripsi berbagai spesies pisang dapat diakses dari situs David Constantine, sedangkan nama berbagai kultivar pisang dalam berbagai bahasa dapat diperoleh dari situ Michel H. Porcher.
Herba tahunan menyerupai pohon, tinggi 2-9 m, dengan batang bawah tanah (corm) bermata tunas, mata tunas membentuk rimpang yang membentuk anakan (cormel), sehingga pisang tumbuh merumpun. Batang di atas permukaan tanah merupakan batang semu, terdiri atas upih daun yang tersusun rapat, berdiameter 20-50 cm. Daun baru tumbuh dari ujung batang di dalam tanah melalui batang semu dengan helai daun tergulung rapat, muncul dalam keadaan mula-mula menggulung dan tegak, kemudian semakin membuka dan menyamping; helai daun lebar memanjang dengan tangkai pendek, tangkai dan poros daun membentuk pelepah, berlekuk memanjang pada permukaan atas dan membulat pada permukaan bawah; helai daun berukuran 150-400 cm x 70-100 cm, tulang daun sekunder menyirip searah. Perbungaan tandan majemuk, bersifat terminal, bertangkai panjang menembus batang semu, umumnya melengkung ke bawah setelah melewati batang semu, dengan bunga yang tersusun dalam kelompok pada setiap buku, tiap kelompok terdiri atas 12-20 bunga yang tersusun dalam 2 baris dan ditutupi oleh daun seludang membulat telur menjantung dengan ujung lancip dan berwarna merah, seludah membuka ketika bunga mulai mekar, luruh ketika bunga mulai membentuk buah. Kelompok pada bagian pangkal tandan pada buku 5-15 merupakan bunga betina, kadang-kadang terdapat kelompok bagian tengah yang merupakan bunga steril, dan kelompok bagian ujung merupakan bunga jantan. Setiap hari 1 seludang membuka seiring dengan memanjangnya poros tandan. Perbuahan mencapai panjang 50-150 cm, di bagian pangkal terdapat buah dalam kelompok dua baris yang disebut sisir, poros tandan di bagian ke ujung biasanya kosong, dengan bunga jantan yang masih menutup terdapat di bagian ujung, disebut jantung. Bunga betina mempunyai panjang 10 cm, ovarium inferior dengan 3 karpel yang menyatu, tidap bagian berbentuk menyegitiga, dikeliling perhiasan bunga yang terdiri atas 5 bagian yang menyatu dan 1 bagian menyendiri, bersama membentuk tabung mengelilingi putik dan benang sari steril, kepala putik bertonjolan 3; bunga jantan dengan panjang 6 cm, benang sari 5, jarang mempunyai serbuk sari. Buah merupakan buah berry tidak berbiji, 6-35 cm x 2,5-5 cm, hijau, kuning, atau kemerahan, melengkung pada pisang plantain dan lurus pada pisang untuk dimasak, 2-15 sisir (hand) per tandan, 12-20 buah (finger) per sisir. Pisang budidaya tidak berbiji, sedangkan pisang liar (misalnya M. acuminata dan M. balbisiana) berbiji. Setelah berbuah, batang semu pisang akan mati dan digantikan oleh anakan yang tumbuh dari batang dalam tanah.
Musa acuminata Cola
(A) dan Musa balbisiana Cola (B) serta silangan alaminya, A: perilaku pertumbuhan
merumpun pisang silangan alami A dan B, B: pangkal pelepah A, C: pangkal
pelepah B, D: daun A, E: daun B, F: alur pelepah A, G: alur pelepah B, H:
batang A, I: batang B, J: seludang bunga A, K: seludang bunga B, L: bunga
betina A, M: bunga betina B, N: buah pisang silangan A dan B, O: potongan
melintang buah pisang silangan alami A dan B, dan P: potongan melintang buah B
Berbagai jenis pisang, khususnya jenis dengan genom B, merupakan bahan pangan pokok alternatif yang penting di berbagai daerah di kawasan Timur Indonesia. Sebagai bahan pangan pokok, pisang dapat direbus, dikukus, maupun dibakar, baik sebelum maupun sesudah masak. Pisang luan merupakan pisang dalam kategori ini, terutama terdapat di wilayah Kabupaten TTS. Pisang ini direbus atau dikukus dengan kulitnya ketika masih belum terlalu tua dan dimakan ketika masih panas.
Pisang M. acuminata
Pisang M. balbisiana
Buah muda dan jantung pisang M. acuminata
Buah muda dan jantung pisang M. balbisiana
Selain kedua spesies pisang ini tentu masih terdapat
banyak spesies pisang lain, masing-masing dengan nama binomial
tersendiri (tapi bukan Musa paradisiaca). Jenis-jenis pisang lokal yang penting secara setempat,yang bukan merupakan hibrida alami antara Musa acuminata dan Musa balbisiana adalah sebagai berikut:
Musa borneensis Becc. Pisang yang dikenal dengan pisang hutan oleh masyarakat Indonesia ini tumbuh sepanjang sungai Mahakam dan di kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Masyarakat Serawak mengenalnya dengan sebutan pisang unkaok atau pisang unkadan.
Musa celebica Warb. Dikenal oleh masyarakat Toraja dengan sebutan punti lampung. Jenis ini ditemukan di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah.
Musa lolodensis Cheesman. Ditemukan menyebar mulai dari Halmahera, Maluku sampai ke Papua bagian utara. Masyarakat setempat menyebutnya dengan pisang hias.
Musa salaccensis Zoll. Masyarakat Minangkabau mengenalnya dengan pisang monyet dan pisang karok, masyarakat Mandailing mengenalnya dengan sebutan pisang sitata, sedangkan masyarakat Sunda menyebutnya dengan cau kole. Jenis ini ditemukan di sepanjang lereng barat Pegunungan Bukit Barisan Sumatera, mulai dari Aceh sampai Tapanuli, Sumatera Barat dan Bengkulu.
Musa schizocarpa Simmonds. Ditemukan di dataran rendah terbuka di Papua dan di sepanjang sisi jalan antara Arso dan Genyem. Selain itu jenis ini ditemukan juga tumbuh di Niugini. Masyarakat setempat menyebutnya sebagai pisang utan.
Musa troglodytarum L. Asli dari Maluku dan belum pernah dilaporkan dan ditemukan tumbuh liar di tempat lain. Dikenal dengan sebutan pisang tongkat langit atau pisang tunjuk langit. Masyarakat Seram ada yang menyebutnya dengan tema tenala langit.