Istilah kampung biasa digunakan oleh orang kota untuk memandang rendah terhadap orang yang tinggal di perdesaan. Dalam hal ini kampung bermakna "kampungan", tertinggal, bodoh, dan miskin. Tanaman kampung sengaja dipilih sebagai nama blog ini untuk merujuk kepada berbagai jenis tanaman yang terabaikan dalam arus utama pembangunan pertanian, meskipun dalam kenyataannya merupakan sokoguru ketahanan pangan dan identitas masyarakat setempat. Nama tanaman kampung juga sengaja dipilih untuk membesarkan hati seorang ibu bahwa dikatakan kampung bukan selalu berarti kampungan.

Periksa Nama Ilmiah dan Klasifikasi

Nama ilmiah dan klasifikasi tumbuhan selalu berubah sehingga harus hati-hati dalam menggunakannya. Sebelum menuliskan nama ilmiah dan klasifikasi tumbuhan, silahkan terlebih dahulu periksa di:
GBIF Data Portal (seluruh jenis mahluk hidup), ITIS (seluruh jenis mahluk hidup, khususnya di Amerika), IBIS, IOPI Provisional Global Plant Checklist (tumbuhan berbunga),
The Plant List (tumbuhan), Tropicos (tumbuhan berbunga, algae, dan jamur), World Checklist of Selected Plant Families (tumbuhan bangsa tertentu), The Gymnosperm Database (tumbuhan biji terbuka), Annonaceae Database (Annonaceae), Brassicaceae Checklist (Brassicaceae), ILDIS (Fabaceae), Lecythidaceae Pages (Lecythidaceae), MelNet (Melastomataceae), Solanaceae Source (Solanaceae), Umbellifer Resource Centre (Umbelliferae), dan Early Land Plants Today (tumbuhan darat primitif). Silahkan ketik atau tempel nama ilmiah yang diperiksa pada kotak yang disediakan.

Daftar Istilah Morfologi Tumbuhan

Klik huruf awal istilah di bawah ini untuk mencari definisi:
A, B, C, D-E, F-H, I-L, M-O, P, Q-R, S, T-U, V-Z, dari New South Wales Flora Online
A, B, C, D, E, F, G, H, I, J-K, L, M, N, O, P-Q, R, S, T, U, V, W-Z, dari Flora Australia
A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Z, dari Angiosperm Phylogeny Website
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
istilah tumbuhan palma dari PALMweb

Sabtu, 08 September 2012

Tiga Bersaudari

Print Friendly Version of this pagePrint Get a PDF version of this webpagePDF
Sumber: CHAMP's Gardens
Suku-suku bangsa asli Amerika Tengah sampai bagian Selatan Amerika Utara menyebut jagung, kacang-kacangan, dan labu-labuan sebagai tiga bersaudari. Jagung dalam hal ini adalah Zea mays L. yang terdiri atas berbagai kultivar, kacang-kacangan dapat berupa satu atau kombinasi dari berbagai jenis kacang-kacangan melilit, khususnya kacang tepari Phaseolus acutifolius A.Gray dan kacang buncis Phaseolus vulgaris L., sedangkan labu-labuan dapat terdiri atas salah satu dari spesies Cucurbita maxima Duchesne, C. mixta Pang., C. moschata Duchesne, atau C. pepo L. Jenis-jenis tanaman ini memang merupakan tanaman asli setempat yang kemudian menyebar ke seluruh dan menjadi tanaman penting di berbagai belahan dunia.


Ketiga kategori tanaman tersebut dibudidayakan secara bersama-sama dalam berbagai pola pertanaman campuran. Budidaya campuran semacam ini saling menguntungkan satu sama lain. Jagung menjadi ajir bagi kacang-kacangan yang tumbuh melilit, sehingga ajir buatan tidak lagi diperlukan. Kacang-kacang sebagai tanaman penambat N menyediakan nitrogen bagi jagung. Labu-labuan yang tumbuh menyebar di permukaan tanah menjadi tanaman penutup untuk menghambat pertumbuhan gulma, sekaligus menjaga kelembaban tanah dan menyediakan mulsa. Permukaan tanaman labu yang berambut kasar menjadi semacam 'penghalai' bagi berbagai jenis serangga hama. Pada saat dikonsumsi, kacang-kacangan menyediakan asam amino lisin dan triptofan yang tidak terdapat pada jagung. Dengan demikian, tiga bersaudara menjaga keseimbangan ekosistem dan sekaligus keseimbangan nutrisi orang yang mengkonsusinya.

Pola budidaya campuran ketiga bersaudari ini dilakukan dalam berbagai pola, di antaranya adalah yang dikenal dengan pola milpa. Kata milpa, yang berasal dari bahasa Spanyol Meksiko, berarti ladang atau kebun. Kata ini dipinjam dari bahasa orang-orang Nauha di Meksiko, bahasa Nauhatl, milli yang berarti ladang atau kebun dan -pa yang berarti menuju atau pergi ke. Pola milpa pada dasarnya merupakan pula budidaya campuran dengan melibatkan tanaan tiga bersaudari dalam sistem perladangan berotasi dengan siklus dua tahunan pembudidayaan dan 8 tahunan pemberaan. Dalam buku lama 'New Revelations of the Americas Before Columbus' (1491), Charles C. Mann menggambarkan milpa sebagai berikut:
A milpa is a field, usually but not always recently cleared, in which farmers plant a dozen crops at once including maize, avocados, multiple varieties of squash and bean, melon, tomatoes, chilis, sweet potato, jícama, amaranth, and mucana.... Milpa crops are nutritionally and environmentally complementary. Maize lacks the amino acids lysine and tryptophan, which the body needs to make proteins and niacin.... Beans have both lysine and tryptophan.... Squashes, for their part, provide an array of vitamins; avocados, fats. The milpa, in the estimation of H. Garrison Wilkes, a maize researcher at the University of Massachusetts in Boston, "is one of the most successful human inventions ever created.
Anda yang cukup mengenal pola pertanaman di pulau Timor pada umumnya, dan Timor Barat pada khususnya, pasti sangat mengenal tanaman tiga bersaudari tersebut di atas dan pola pertanaman yang disebut milpa tersebut. 'Temuan sangat berhasil yang pernah dibuat umat manusia ini', sebagaimana dikatakan oleh Prof. H. Garrison Wilkes, guru besar Universitas Massachusetts di Boston, Massachusetts, pada masa itu, ternyata juga ada di negeri kita. Bedanya, kalau di negeri asalnya diapresiasi, di negeri kita justeru diabaikan karena para pakar dan pengambil kebijakan lebih terpesona pada pola monokultur produk revolusi hijau.

Saya tidak terlalu mengerti agronomi, tetapi sering berdiskusi dengan sahabat saya, Dr. A. William Ruscoe, doktor agronomi dengan latar belakang biokimia dan sejarah, mengenai bagaimana tanaman tiga bersaudari dan pola pertanaman milpa ini bisa ada di Pulau Timor. Menurut sahabat kami ini, tanaman tiga bersaudari ini sangat mungkin dibawa oleh orang-orang Portugis ke Maluku Utara dan kemudian dari sana ke Solor. Dari Solor kemudian menyebar melalui Oecusse, wilayah enclave Timor Leste di pesisir Utara Timor Barat. Kami sampai pada kesimpulan itu dengan mereka-reka dari berbagai dokumen sejarah yang bisa kami peroleh. Tapi yang masih menjadi tanda tanya besar bagi kami, bagaimana kemudian orang-orang di Pulau Timor bisa mempraktekkan pola pertanaman yang sangat mirip dengan pola milpa, yang membedakan sistem perladangan di Pulau Timor dengan sistem perladangan di tempat lain di Indonesia ini?

Dalam keterbatasan saya sebagai guru kecil, saya hanya bisa mendiskusikan hal ini dengan para pakar dari luar. Mereka cenderung lebih terbuka dalam banyak hal dan tidak terlalu mempedulikan sekat gelar akademik. Sebut saja misalnya Prof A. Pieter Vayda dari Rutgers University, AS, Prof. James Fox dari Australian National University, Australia, dan beberapa yang lainnya. Dengan kolega saya sendiri, saya hanya bisa berdiskusi dengan satu dua orang saja, sebut saja seorang kolega kandidat doktor yang proposal disertasinya berkaitan dengan gulma. Sebenarnya, ketika merencanakan melanjutkan studinya di UGM, dia ingin meneliti seberapa jauh labu dapat berperan untuk mengendalikan gulma dalam sistem yang melibatkan tanaman tiga bersaudari. Namun calon promotornya di UGM, yang dahulu adalah dosen saya, meninggal dunia, sehingga dia memutuskan melanjutkan studinya di universitas lain. Sayangnya, dia mendapat promotor dengan pola berpikir global sehingga meminta kolega saya ini untuk meneliti sorgum sebagai bahan baku alkohol (daripada sebagai bahan pangan yang berperanan penting dalam ketahanan pangan masyarakat lokal).

Jangankan dari universitas lain di negeri ini, dari universitas setempat pun, Universitas Nusa Cendana, tanaman tiga bersaudari sebagai satu kesatuan dalam sistem pertanaman yang menyerupai milpa ini, juga kurang mendapat perhatian. Demikian juga dari para pengambil kebijakan di lingkungan pemerintahan setempat, yang terlalu sibuk menjadikan Provinsi NTT sebagai provinsi jagung melalui program jagungisasi dan melupakan dua saudari jagung: kacang-kacangan dan labu-labuan. Seharusnya bukan jagung sebagai tanaman tunggal, melainkan sistem pertanian yang melibatkan tanaman tiga saudari yang seharusnya dijadikan unggulan, tapi kenyataannya justeru dituding sebagai sistem yang merusak lingkungan. Saya tidak mengerti mengapa sampai demikian. Bagi Undana, keinginan yang begitu kuat untuk menjadi universitas berwawasan global mungkin, setidaknya menurut dugaan saya, menyebabkan para petingginya lupa akan sesuatu yang bernuansa lokal, siapa tahu. Saya hanya bisa berharap, setelah melewati umur 50 tahun, Undana bisa semakin dewasa dalam mewujudkan jati dirinya, tidak lagi seperti kaum remaja dan ibu-ibu muda yang begitu gandrung pada boybands dan girlbands serta sinetron Korea dan menganggap budaya mereka sendiri kampungan.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...